Anakku Totto-chan

Hari minggu adalah hari yang menyenangkan karena banyak hal bisa saya lakukan. Mulai dari bermain dengan anak-anak di rumah, beres-beres, sampai kegiatan silaturahmi dengan beberapa sahabat. Malam harinya saya sempat membaca buku Totto-chan. Buku itu belum selesai saya baca, baru tiga perempatnya saja, tapi buku itu sangat berkesan buat saya. Lima tahun lalu isi buku ini sudah pernah diceritakan seorang teman pada saya, namun membaca sendiri saat ini memberikan sensasi yang berbeda yaitu saya merasakan sesuatu yang luar biasa.

Totto-chan seorang anak 7 tahun yang aktif dan cerdas. Selalu ingin tahu dan senang melakukan hal-hal baru dan penuh tantangan. Sempat dikeluarkan dari sekolah karena membuat keonaran di kelas hanya karena tertarik membuka dan menutup meja belajarnya, berbicara dengan sepasang burung wallet yang sedang membuat sarang dan memanggil pengamen jalanan untuk menyanyikan lagu mereka disamping kelasnya. Ibu guru totto-chan menganggap kejadian- kejadian yang berulang tersebut tidak bisa ditolelir lagi dalam proses belajar mengajar dan hanya akan mengganggu murid lain yang belajar.

Setelah dikeluarkan Totto-chan bersekolah di Tomoe Gakuen sebuah sekolah yang unik. Sebuah sekolah yang mempergunakan gerbong kereta sebagai kelas mereka. Sebenarnya bukan hanya gerbong kereta yang membuat unik sekolah itu, justru prinsip pendidikannya. Sekolah Tomoe Gakuen menjadikan anak didik mereka sebagai subjek dalam hidupnya. Saat Totto-chan pertama kali datang ke sekolah itu, kepala sekolah menempatkan dirinya sejajar dengan Totto-chan dan memancing Totto-chan untuk mengungkapkan dirinya dengan mendengarkan semua cerita Totto-chan dengan tulus dan penuh perhatian. Waktu yang dihabiskan hampir setengah hari hanya untuk mendengar cerita seorang anak kecil yang baru dikenal. Luar biasa saya pikir, saya pun kadang merasa bosan bila anak pertama saya yang seusia Totto-chan terus bercerita tanpa mengenal waktu. Saya harus belajar banyak dari kepala sekolah ini.

Kegiatan belajar di Tomoe Gakuen sangat menarik. Semua anak dibebaskan untuk memilih pelajaran apa yang ingin dipelajari. Boleh duduk di mana saja. Boleh bermain apa saja. Boleh menari dan menyanyi. Setiap anak memiliki pohon yang akan mereka rawat sebagai milik mereka. Sangat menyenangkan saya pikir. Saat itu juga terlintas pengalaman masa kecil yang saya alami dimana belajar di sekolah bukanlah hal yang menyenangkan. Saya harus memakai seragam rapi, duduk dengan manis dan belajar sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Saya pikir saat ini pendidikan seperti inilah yang sebagian besar masih diberlakukan.

Memang ada beberapa sekolah yang sudah mengadopsi prinsip pendidikan seperti Tomoe Gakuen namun hanya sedikit dan itupun mahal. Kata mahal sebetulnya sangat relative tergantung dihubungkan dengan seperti apa prinsip pendidikan dan fasilitasnya. Atas dasar prinsip pendidikan seperti inilah saya memasukan anak saya ke sebuah sekolah yang paling tidak saya anggap memahami psikologis seorang anak. Sehingga anak saya tidak usah mengalami nasib malang yang dialami ibunya. Terpasung kreatifitasnya dan menjadi robot yang dikendalikan oleh guru-guru mereka. Menjadi manusia yang menyebalkan.

Membaca buku Totto–chan dengan kondisi saya sebagai seorang ibu yang memiliki anak seusianya membuat buku ini serasa hidup. Sangat nyata saya rasakan. Ekspresi totto-chan adalah ekpresi anak saya sendiri. Namun sedihnya saya belum bisa bersikap seperti ibu Totto-chan yang begitu memahami anaknya. Ibu Totto-chan selalu menganggap penting apa yang dilakukan anakknya. Menghargai dan mendengarkan pendapat dan keinginan anaknya. Mempercayai keputusan yang dilakukan anakknya sambil terus membimbing dan mengarahkan. Saya saat ini kadang masih bersikap otoriter. Kurang mau mendengarkan dan menghargai suara anak saya. Bahkan beberapa saat kami terlibat perdebatan panjang dalam memutuskan suatu hal, dan bisa dipastikan sebagian besar saya yang memutuskan.

Saya harus terus belajar menjadi seorang ibu. Melihat anak-anak saya sebagai seorang individu otonom dan unik. Mendengarkan mereka untuk mengetahui apa yang mereka inginkan agar saya bisa mengarahkan mereka pada hal yang baik dan benar. Merasakan kehadiran mereka sebagai anugerah yang harus saya rawat dengan sebaiknya. Agar kelak mereka bisa jadi generasi yang lebih baik dari orang tuanya saat ini. Semangat meng-ibu harus tetap dikobarkan. Semoga!!!

Komentar

  1. Totto-chan, anak yang beruntung...dari kenakalannya menuju sekolah yang dapat membentuk kenakalan yang lebih sistematis.... (keren sebagai informasi...)



    salam...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.