Minggu pagi

Minggu pagi menikmati secangkir capucino panas yang sudah saya tambahi susu bubuk instan dan coklat van houten. Rasa capucino ini sangat mantap. Capucino hotel bintang lima pun sulit menyaingi minuman buatan saya ini. Kali ini saya bingung harus menyelesaikan pekerjaan rumah yang mana. Cucian menumpuk, piring kotor berserakan, rumah juga berantakan. Suasana hati yang belum membaik mungkin karena pikiran saya yang ngejlimet tak karuan. Pokok pangkalnya adalah keyakinan yang agak goyah dan mempertanyakan segala hal yang selama ini terlihat baik-baik saja.

Sakit perut…ke kamar mandi dulu ah…terus sholat dhuha dan berdoa pada yang membuat hati ini agar diberikan petunjuk dalam menjalani hidup. Sebelum sholat ada baiknya saya menyapu dan membereskan yang berantakan sambil menyalakan mesin cuci. Ya sekarang…sholat dulu.

Setelah sholat kembali duduk di depan monitor dan kembali mengisi catatan harian. Uh…andai hidup ini cukup hitam dan putih. Mungkin kebingungan ini tak kan menyapa ku. Cukup memilih putih yang aman yang bersih dan yang lurus, mudah bukan? Putih sangat berbeda dengan hitam. Garis demarkasi antar mereka mudah terlihat. Seperti baju-baju yang saya pakai saat kuliah s1 dulu. Cukup 2 warna putih dan hitam.

Saat ini mau tidak mau kedewasaan menyapa saya. Meski sebenarnya terserah saya mau menyambutnya atau tidak. Warna-warni melambaikan….(anak perempuan saya menginterupsi dengan kejailannya memeluk dan menarik-narik daster….ya sudah…main dulu) sensasinya. Spektrum warna warni terpancar begitu saja mejikuhibiniu berpendar…kilauannya menyilaukan mata. Saya ternyata boleh memilih lebih dari satu warna, bahkan semua warna pun boleh. Siapa yang akan melarang? Karena ternyata batasan itu hanya ada di kepala yang terindoktrinasi di hati dan langkah. Ya…siapapun tak kan berani memasuki akal budi saya. Perintah…ancaman… hukuman tak kan berhasil mengkrangkeng akal budi untuk terus bekerja. Bahkan terkadang saat fisik seseorang terkrangeng justru saat itu akal budi mengalir deras menghasikan karya yang brilian.

Saat ini saya suka memakai pakaian dengan aneka warna. Mulai dari warna yang soft sampai yang ngejreng. Saya perhatikan respon sekeliling dan suasana hati saat memakai warna tertentu. Ternyata effek warna tersebut ada dan nyata. Saya seringkali merasa semangat dan bergairah saat memakai baju merah meski awalnya agak sedih. Memakai warna oranye pun kadang membuat saya merasa memiliki energy tambahan dan merasa seperti matahari yang bersinar. Kalau warna pink membuat saya merasa awet muda dan girly, sehingga dalam beberapa event orang tak ada yang mengira bahwa saya seorang ibu dari 2 putri. Saya suka bermain dengan warna. Bagaimana dengan warna kehidupan saya? Masihkah hitam putih?

Saya teringat pada sebuah prisma yang putih bening. Prisma tersebur bila dipancarkan cahaya kearahnya akan membiaskan gradasi warna pelangi yang indah. Ya saya tak ingin beranjak dari putih. Namun putih yang saya pilih adalah putih yang bisa membiaskan berbagai macam warna yang indah. Bukan sekedar putih. Untuk itu saya membutuhkan cahaya. Cahaya di atas cahaya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.