Dimanakah Kepercayaan?

Sore ini menjelang menjemput anak-anak pulang sekolah saya memasak nasi uduk. Kakap krispy sudah tersedia sejak tadi siang. Soto ayam panas melengkapi kami menutup hari senin. Malam ini saya hanya bersama anak-anak di rumah. Suami sudah dua hari berangkat ke Jogjakarta memandu mahasiswanya. Kenapa saya merasa tak karuan ditinggal beberapa hari ini? Apa karena keluar kotanya bersama mahasiswa? Tapi kan mereka dua bis jadi saya seharusnya tenang. Ya, saya percaya dengannya. Dia pun percaya saya sanggup memegang amanah menjadi istri dan ibu buat anak-anaknya. Kepercayaan telah mengikatkan kami setidaknya selama 9 tahun ini. Bagaimana sebenarnya kondisi kepercayaan dikalangan muslimin saat ini?

Kepercayaaan menurut saya merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah hubungan apapun. Tapi anehnya pikiran saya ini terbantahkan begitu saja oleh sebuah survey yang dilakukan oleh Inglehart dan diteruskan oleh Syaiful Mujani. Inglehart (1999) menunjukan hal yang menarik berkaitan dengan kepercayaan antar satu individu dengan individu lainnya. World Value Survey menunjukan bahwa kurang dari 2 orang dari 10 penduduk Negara muslim percaya kepada orang lain pada umumnya. Ini menunjukan bahwa betapa rendahnya kepercayaan yang dimiliki oleh setiap muslim saat ini. Survey ini dilakukan di Turki, Bangladesh, Azerbaijan dan Nigeria

Pertanyaan dalam World Value Survey tersebut kemudian diajukan kepada kaum muslimin Indonesia melalui survey pada tahun 2001 dan 2002. Persentasenya ternyata hampir sama. Hanya sekitar satu dari 10 muslim Indonesia yang percaya pada orang lain pada umumnya. Ini temuan Syaiful Mujani dalam rangka menyelesaikan disertasinya di Ohio Amerika. Sedemikian rendahkah saling percaya antar sesama muslim di negri ini? Bahkan lebih rendah dari rata-rata Negara muslim lainya.. Menurut Syaiful rendahnya saling percaya ini tidak hanya diakibatkan oleh factor Islam saja. Melainkan factor lain terutama factor social dan politik yang semakin menurun drastis. Kerusuhan, tindak criminal, kekerasan dan terror dalam skala luas seringkali menghiasi berita di media massa nasional kita. Keamana individu terancam. Kesalahpahaman banyak yang berujung hilangnya nyawa. Pencuri yang tertangkap basah seringkali mengundang respon brutal dari massa. Tidak jarang pencuri tersebut mati di tangan massa.

Saya membenarkan pengamatan yang dilakukan Saiful di sebuah desa di Provinsi Banten yang cenderung memperkuat asumsi tentang meningkatnya kondisi tidak aman ini. Pengamatan Syaiful ini sama persis dengan pengalaman yang terjadi di kampong halaman nenek saya di sebuah desa di Banten Selatan. Kami seringkali tidak jadi memanen hasil kebun dan ladang karena sudah dicuri orang duluan. Kami tidak dapat melindungi hak milik kami. Sehingga solusinya pada ahirnya dengan mengorganisasikan pasukan keamanan sendiri karena tidak ada perlindungan efektif dari pihak kepolisian.

Tindakan criminal meningkat karena kesulitan ekonomi. Orang-orang merasa lebih tidak aman dan tidak saling percaya, bahkan kepada tetangga mereka sekalipun. Keadaan ini menurut Syaiful mengingatkan kita pada studi hasil Banfield tentang masyarakat Italia. Ia menemukan bahwa “seseorang akan merasa lebih aman untuk percaya kepada orang lain jika ia memiliki keleluasaan secara ekonomi. Di bawah kondisi kemiskinan yang luar biasa, salah percaya pada orang lain bisa berakibat fatal” (inglehart, 1999:89). Lagi-lagi ekonomi yang rendah selalu menjadi pemicu berbagai keburukan. Tepat rasanya Rasulullah berkata bahwa kefakiran (kondisi sangat miskin) sangat dekat dengan kekufuran.

Kemiskinan sejatinya tidak mejadi penghalang seseorang untuk saling mempercayai demikian pula dengan kecukupan. Banyak cerita yang kita dengar tentang orang miskin yang bisa saling mempercayai dan orang berkecukupan yang juga saling mempercayai, juga cerita sebaliknya. Ini menunjukan bahwa keduanya hanyalah kondisi material yang merupakan pelengkap bukan subtansi. Namun bagaimana dengan fakta-fakta yang dikemukakan oleh Inglehart, Syaiful atau yang teralami di kampong halaman? Kondisi ini justru memperlihatkan bahwa apabila kepercayaan sudah menjadi barang langka maka kondisi tidak amanlah yang terjadi. Karenanya menurut saya membangun kepercayaan sangat penting dalam sebuah hubungan apapun. Apakah itu dalam keluarga, institusi, organisasi dan masyarakat pada umumnya. Untuk membangunnya banyak PR yang harus kita selesaian bersama. PR yang sangat penting adalah membangun mental positif yang terlahir dari keyakinan positif sebagai dasar utamanya. Mari!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.