Celoteh Ibu Kolokan

Hari minggu bergelut dengan kemalasan. Tempat tidur sangat berat untuk ditinggalkan. Tapi sms dari sang kekasih cukup membuat saya bangun dan menyelesaikan isi pesan. Uh... kalau mood turun seperti ini, kehadirannya memang sangat saya butuhkan. Untuk selalu mengingatkan.

Sepuluh tahun pernikahan terlewati dengan perlahan. Tahun kesebelas hadir menumbuhkan harapan. Akankah kami bisa mengisinya dengan kebaikan? Hanya satu yang ingin selalu kami camkan. Bahwa relasi yang mengikat kami adalah sebuah perjanjian. Perjanjian Agung atas nama Tuhan. Relasi yang berkesetaraan.

Esok hari segudang tanggung jawab sudah menghadang untuk diselesaikan. Tanggung jawab hidup dari berbagai pilihan. Pilihan yang secara sadar menghiasi sebuah rangkaian. Terjalin sebagai sebuah bentuk penghambaan. Pada-Nya yang selalu mengabulkan semua permohonan.

Hai...kemalasan maafkan bila kini kau kutinggalkan. Tatap bening dua permata hati begitu mengesankan. Membuat si kolokan berusaha menjadi ibu sesuai dengan yang diharapkan. Meski sulit, tertatih dan perlahan. Belajar, belajar dan terus belajar menundukan ego yang selama ini kerasan.

Ahirnya...bila semua dikerjakan. Selesailah semua pekerjaan. Tinggal kini internetan. Menuliskan sebuah catatan. Mengukir senyum sebuah perjalanan. Menjadi seorang ibu yang penuh keterbatasan. Namun ingin selalu berusaha menjadikan hidup ini menyenangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.