Digugu dan Ditiru

"Amat besar kemurkaan Allah pada orang yang mengatakan kebaikan tapi dia sendiri tidak menjalankan". Teguran-Nya ini terasa begitu keras menampar saya sehingga nyaris tak bisa berkata-kata. Tercekat saat menyampaikan Iman kepada qadha dan qadar Allah. Materi terahir sebelum bedah filem yang menjadi penutup kuliah Pendidikan Agama Islam sebelum UTS minggu depan ini benar-benar mengena buat saya.

Sekali lagi seorang guru dalam benak saya bukan sekedar transfer pengetahuan. Melainkan lebih jauh dari itu yaitu transfer pengalaman dan transfer spiritual. Sehingga benarlah adanya falsafah seorang GURU yaitu DIGUGU dan DITIRU. Bukan sekedar pengajaran melainkan pendidikan. Sehingga saat mengatakan suatu hal sebenarnya hal itu berlaku terlebih dahulu buat yang mengatakan.

Syukur merupakan sikap terbaik pada qadha Allah terhadap diri kita saat ini. Sehingga apa pun yang terjadi dalam benak kita yang ada hanyalah Kasih-Nya. Saya mengisahkan sebuah cerita tentang gelas yang terisi setengah yang saya ambil dari buku dengan judul yang sama. Bagi orang yang beriman pada Qadha dan Qadar Allah yang terlihat adalah gelas yang terisi setengah. Bagi yang mengingkari-Nya akan terlihat kosong setengah. Yang terlihat adalah kekurangan dan segala hal yang belum kita dapatkan. Sehingga hati menjadi sesak. Yakinlah saat berada dalam kondisi ini, maka Azab Allahlah yang akan kita dapatkan.

Kondisi ketidakpuasan saat menjadi mahasiswa saya uraikan. Ah...mengapa saya menjadi mahasiswa STFB dan bukan mahasiswa PTN Pavorit? Kenapa saya tidak memiliki orang tua kaya dan punya kedudukan? Kenapa wajah saya tidak secantik/seganteng saudara saya? Kenapa masalah selalu menghampiri saya? dan banyak pertanyaan lagi yang muncul. Padahal Allah sudah memberikan kesempatan hingga bisa duduk di kursi mahasiswa disaat orang lain kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. Mata yang masih bisa melihat, telinga yang masih bisa mendengar, jantung yang masih berdetak, nafas yang masih berhembus...sehingga kalau diurai satu persatu betapa banyak nikmat yang telah diberikan-Nya. Hanya beberapa hal saja belum kita dapatkan, namun kekurangan inilah yang menjadi fokus kita.

Qadha merupakan ketentuan Allah terhadap sesuatu pada waktu terjadi. Qadha saat ini mahasiswa yang ada dihadapan saya merupakan mahasiswa STFB yang tentunya sudah melewati tahap-tahap yang tidak mudah dimulai dari waktu, tenaga, pikiran dan tentunya uang yang tidak sedikit. Karena SPP S3 di UIN Bandung tidak semahal SPP S1 di STFB. Saat Qadha ini menyapa, apakah mensia-siakan begitu saja?

Selanjutnya saat berbicara mengenai Qadar atau ketentuan Allah sejak jaman azali apakah memang hanya dua pilihan? Sukses atau gagal? Iman atau Kufur? Hitam atau Putih? padahal Qadar tentang sukses ditentukan Allah dengan sangat banyak, demikian dengan gagal. Kegagalan juga tidak hanya memiliki satu dimensi, berbagai macam dimensi gagal. Untuk menentukan taqdir mubrom yang akan kita pilih maka ada takdir mualaq. Taqdir yang berkaitan dengan kausalitas. Tadir yang terkait dengan kasab manusia/usaha manusia untuk mencapai taqdir tersebut. Sehingga sebenarnya Taqdir Mubrom bisa kita pilih sesuai rumus Taqdir mualaq yang kita tentukan. Kita adalah apa yang kita yakini/imani.

Uraian ini saya sampaikan dengan sebelumnya melakukan simulasi hipnosis bagaimana sikap kita saat berada dalam sebuah kondisi yang gelap gulita tanpa sebuah cahaya apa pun. Saat menyampaikan berkali kali hati saya berteriak "kamu belum sepenuhnya melakukan apa yang kamu katakan. Kemarin kamu sempat marah tidak karuan dan orang yang memiliki kuasa lebih lemah dari kamu jadi sasaran".

Ya saya sempat mengekspresikan kemarahan saya saat perempuan korban diterlantarkan. Tapi bukankah itu baik?. Iya tapi tidak mesti dengan marah. Karena sebenarnya inti dari kemarahan itu bukan pada hal tersebut. Saya merasa marah karena diperlakukan tidak adil. Semula saya merupakan konsultan Agama di lembaga tempat saya bekerja. Sekarang saya menjadi staff divisi advokasi yang menangani seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di seluruh Jawa Barat. Saya memimpin staff yang lain dan relawan untuk penanganan semua kasus. Tapi selalu diribetkan dengan urusan kordinasi dengan Ketua Divisi dan Pengurus yang lain karena merekalah yang berhak bersuara. Saya hanya punya hak melakukan penanganan. Ketua Divisi saya seorang akademisi yang super sibuk sehingga tak memiliki waktu untuk mengkordinasikan penanganan. Sehingga tanggung jawab itu ada pada pundak saya. Namun hak saya tentu berbeda karena hanya seorang staff. Banyak hal yang saya rasa hal itu merupakan marginalisasi terhadap saya sehingga membuat saya merasa tidak nyaman.

Saya urai dan ahirnya tersenyum. Ah...betapa saya resah hanya karena jarang diutus mewakili lembaga untuk beberapa kegiatan yang artinya pendapatan dan relasi juga tidak sebanyak mereka yang diutus. Saya disibukan dengan berlelah-lelah mendengarkan perempuan-perempuan korban konsultasi, home visit, kordinasi dengan kot/kab untuk pemulangan dan berbagai teknis lainnya yang tidak dikerjakan oleh pengurus yang lain namun tidak ada bayarannya karena termasuk tugas rutin.

"Halo...kamu yang meyakini bahwa Allah sebagai Rabb...maha pemberi rizqi, maha pencipta dan maha pendidik, kenapa kamu resah dengan hal sekecil itu? Ikhlaslah....biarkan Allah yang memberikan penilaian. Inilah kawah candradimuka yang akan membuat kamu besar. Pengalaman yang ada dihadapan saat ini adalah pengalaman langka, belum tentu terjadi pada orang lain. Kamu selama ini sudah dibekali dengan wacana filsafat dan kesetaraan gender, tentu akan berbeda hasilnya dengan orang yang hanya melakukan saja tanpa mampu berefleksi. Allah sebagai Rabb punya maksud terbaik dengan kondisimu saat ini", suara hati saya mengingatkan.

Ya...kembali saya tersenyum. Insya Allah saya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Qadha Allah yang menimpa saya saat ini merupakan akibat dari taqdir muallaq yang saya jalani. Saya sudah memilih jalan ini. Semoga Taqdir mubrom yang akan menimpa saya kelak merupakan taqdir yang indah sesuai dengan keinginan-Nya. Rugi rasanya bila hati ini dikotori oleh hal kecil yang tidak akan menyelamatkan saya dihadapan-Nya. Rasanya nikmat-Nya sangat banyak bahkan tak sebanding dengan amal-amal yang saya lakukan selama ini. Terimakasih Rabb...semoga saya bukan sebatang lilin yang mampu menyinari sekitar namun membakar diri sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.