Waktu Mengular atau Mengulat?


Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukan dalam kebaikan, pasti akan tersibukan dalam hal yang sia-sia. (Al-Jawaabul Kaafi Ibnu Qayyim)

Petikan nasihat di atas berasal dari hadis Nabi Muhammad saw.  Dimana menurut Ibnu Qayyim, Imam Syafii pernah mendapatkan nasihat hadis tersebut dari orang Sufi. Nasihat yang tak lekang dimakan usia. Nasihat yang akan selalu berguna bagi siapa saja yang merenungkan hidupnya. Kenapa waktu diibaratkan pedang ya?

Pedang merupakan alat yang bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat maupun hal jahat. Pedang bisa sangat berguna bagi seseorang untuk berbagai kebutuhan dalam hidup. Menebas semak-semak saat menerobos hutan. Mempertahankan diri dari serangan binatang berbahaya, bahkan bisa menjadi senjata untuk melindungi diri dari usaha melenyapkan nyawa kita. 

Hal jahat pun bisa dilakukan dengan sebatang pedang. Untuk menyakiti binatang demi kesenangan pribadi misalnya. Merusak sarana publik karena sakit hati tidak dilibatkan dalam sebuah program. Atau bahkan bisa digunakan untuk membunuh manusia yang lain.

Sebagai sebuah alat, pedang memiliki kesamaan dengan waktu. Waktu pun bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat maupun hal jahat. Waktu bagi seorang ibu yang sedang memanggang kue di oven sangat penting. Bila kurang atau lebih menggunakan sesuai aturannya, maka kue yang dihasilkan tidak akan maksimal. Waktu juga sangat berharga bagi seorang pedagang. Kehilangan beberapa menit saja saat janji dengan klien bisa berujung kerugian. Apalagi waktu bagi seorang penjinak bom. Ia merupakan hal yang sangat  bernilai. Setiap detik bernilai nyawa. Tidak maksimal dalam menggunakannya, maka habislah dia dan orang-orang disekitarnya.  

Selain dari kegunaannya, waktu merupakan hal yang tidak bisa diulang. Bila ia sudah berjalan, maka tidak akan ada yang bisa menghentikannya kecuali oleh Allah yang Maha Kuasa. Detik ini berbeda dari detik sebelumnya, juga detik yang akan datang. Baru kemarin menjadi anak, kemudian remaja, lalu beranjak dewasa muda, perlahan menua dan ahirnya dihentikan oleh kematian.

Bisa jadi ada dari kita berkata “Baru saja kemarin kita puasa Ramadhan, terus Iedul Fitri sekarang sudah bulan Syawal lagi. Bahkan Syawal sudah juga berjalan lebih setengahnya dan akan meninggalkan kita. Waktu berjalan sangat cepat namun apa yang kita dapat?”

Sejatinya bila waktu kita gunakan dengan baik di Ramadhan dan Iedul Fitri kemarin,  maka benarlah Syawal kita. Syawal bermakna menaik/meningkat. Bila hari ini biasa-biasa saja bahkan mengalami penurunan spiritual dan ritual dari sebelumnya, jangan jangan puasa kita seperti puasanya ular. 

Bagaimana puasanya ular? Ular berpuasa sekitar 2 sampai 3 minggu tergantung besar kecilnya mangsa yang ia makan. Sebelum puasa ular melata, setelah puasa tetap melata. Sebelum puasa lidah ular bercabang dua, setelah puasa tetap bercabang dua. Meski selama puasa ular akan berganti kulitnya karena suhu tubuhnya meningkat, namun kulit dan coraknya tetap seperti semula. Tidak ada yang berubah akibat dari puasanya ular.

Berbeda halnya dengan puasanya ulat. Ulat berpuasa sekitar 15-20 hari. Sebelum berpuasa ia berjalan menggunakan perutnya, setelah berpuasa ia terbang dengan sayapnya. Sebelum puasa bentuknya menyeramkan, setelah puasa bentuknya indah memesona. Sebelum puasa ia rakus memakan daun-daun disekitarnya, setelah berpuasa ia bermanfaat bagi sesama dengan membantu penyerbukan bunga. 

Mereka yang menggunakan waktunya dengan baik pada puasa Ramadhan kemarin, akan seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan bermanfaat. Syawal yang hari ini ditemui betul-betul menjadi Syawal sebenarnya. Menaiknya spiritual dan ritual pada sang pencipta.  

Perkataan seorang Sufi Hasan Al-Basri kiranya bisa menjadi renungan untuk kita dalam menggunakan waktu. “Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya”. Bila waktu kita pergunakan untuk hal yang sia-sia, maka Allah akan berpaling dari kita. Maka, Bila ingin merasakan tatapan dan senyumanNya hari ini di dunia dan kelak di ahirat nanti, berbuatlah kebaikan dimanapun dan kapanpun juga. Mari Mengulat! Wallahu ‘alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.