Awas Sindrom Cinderella Itu Bahaya!

Tepat satu tahun yang lalu, pada bulan Ramadhan, sebuah peristiwa menyedihkan terjadi. Seorang ibu dengan tiga anak balitanya akan diusir dari kontrakan karena sudah tidak mampu membayar uang kontrakan selama hampir enam bulan. Kemana suaminya? Suami sirinya meninggalkannya tepat dua bulan setelah kelahiran anak  mereka.

Setahun sebelum kejadian tersebut ia dan kedua anaknya yang masih kecil membutuhkan tempat tinggal. Pihak keluarga yang juga hanya mengontrak rumah kecil sudah tidak bisa lagi menampung ibu tersebut dan anaknya. Sehingga saat ada yang mengajak menikah dengan janji akan menafkahi dan memberi tempat tingal, ia bersedia. Sungguh naas nasib ibu ini, bukannya dinafkahi, ibu tersebut justru mendapat bayi baru dan ditinggalkan begitu saja dengan kontrakan enam bulan belum dibayar.

Dengan mengandalkan media sosial dan solidaritas berbagi di bulan Ramadhan, alhamdulillah masalah tersebut bisa diatasi. Hari ini ibu tersebut bisa bekerja di laundry sambil mengasuh anaknya sehingga bisa membayar tempat dan makan untuk ketiga anak balitanya. Ia kembali menata puing kehidupannya yang berserakan dengan fondasi yang lebih baik lagi yaitu kepasrahan kepadaNya.

Ibu tersebut merupakan teman kuliah saya namun berbeda kampus. Kadang saya merenung, betapa mudah Allah membalikan kondisi seseorang pada satu kejadian yang tak terpikir sebelumnya. Ada hal yang menggelitik saya malam ini dari pola pikir yang dimilikinya sejak kuliah dulu.

Saat dulu kuliah, kami beraktifitas bersama mengelola pusat belajar anak-anak. Saat berinteraksi itulah saya mengenal pola pikirnya. Kalau kami membicarakan masa depan, maka ia selalu bercerita tentang lelaki ideal pujaanya.  Laki-laki gagah dan mapan yang akan menyelamatkannya dari segala masalah hidup yang dialaminya. Mirip seperti Cinderella yang diselamatkan oleh pangeran tampan berkuda putih. Sehingga Cinderlla si upik abu yang baik hati ahirnya bisa menjadi permaisuri dan bahagia selamanya.

Perempuan itu cukup menjadi baik hati dan mengurus diri sendiri terutama kecantikannya. Maka nanti akan ada lelaki baik dan kaya yang akan mempersunting dirinya, mungkin seperti inilah pola pikirnya saat itu. Sehingga ia sangat memperhatikan betul penampilannya. Tak jarang mengkritisi saya sebagai aktifis kampus yang berpenampilan apa adanya.

Setelah saya membaca bukunya ibu Nyai Masriah Amva yang berjudul “Rahasia Sang Maha Mengubah Derita Jadi Bahagia”, semakin saya merenungi betapa kelirunya pola pikir perempuan yang menyandarkan kebahagiaan pada makhluk yang lain terutama laki-laki. “Sungguh para wanita akan menjadi kuat dan berjaya bila hidup dengan diriNya. Tiada kekurangan, keterpurukan dan kegelapan hidup. Percayalah”. Kalimat yang menjadi pembuka buku yang didalamya terdapat 20 cerita yang dituliskan ini betul betul membuka mata hati saya bahwa inilah inti dari pemberdayaan perempuan yang selama ini dijalani.


Bu Nyai Masriah Amva dalam cerita di buku ini menyajikan tip tips bermanfaat dalam menghadapi permasalahan hidup lewat pendekatan spiritual dan iman. Tips-tips ini bukan sekedar hasil perenungan saja, melainkan dari perjalanan hidup yang dilaluinya. Nyai mengisahkan perjalanan hidupnya bagaimana saat ia bercerai dengan suami pertamanya dan terguncang dengan kematian suami keduanya. Namun disinilah ia menemukanNya. Bagaimanapun semua perpisahan memang menyedihkan, tapi akan hilang bila cinta kepadaNya memenuhi relung hati seseorang. Titik pasrah ini menjadi momentum untuk bangkit kembali.

Saya betul betul tersentak. Ini adalah Tauhid yang menjadi inti dari Islam. MenjadikanNya sebagai satu-satunya tujuan. Satu-satunya sandaran. Satu-satunya kekasih yang tak pernah pilih kasih. Bila menjadikan makhluk yang lain sebagai sandaran bagi kebahagiaan, maka Ia yang Maha Pencemburu tidak akan rela makhluknya memosisikannya seperti itu. Untuk itulah Ia menguji para perempuan termasuk teman saya tersebut dengan ujian cinta sampai melewati tiga pernikahan yang semuanya berahir tragis. Hanya untuk menunjukan...Akulah sandaran...Akulah yang layak kau cintai. Saya yakin Allah sangat mencintai teman saya tersebut. Semoga kehidupannya ke depan lebih baik lagi. 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Aksi-Refleksi Bersama Bloom

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue