Corona dan Pilihan Makna


Hari minggu kini terasa seperti hari yang lainnya. Tidak ada yang istimewa. Tetap di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Sesekali online untuk hiburan juga untuk memastikan informasi terbaru yang berkembang di negri ini.  

Hari ini saya sempat ke swalayan terdekat untuk membeli sembako di rumah yang sudah mulai habis. Keluar rumah saat ini menjadi pengalaman yang lumayan menegangkan. Menggunakan masker dan sarung tangan sebagai upaya kewaspadaan mencegah penularan Corona. Tentunya mencegah penularan lebih baik dari pada mengobati yang sudah terjangkiti. Entah sampai kapan kondisi seperti ini akan kami jalani.

Ke luar rumah dan beraktifitas sosial di tempat publik menjadi hal yang dirindukan banyak orang saat ini. Hal ini bisa menjadi kebahagiaan. Bahagia karena bisa jalan-jalan dan ngobrol bareng teman teman. Bahagia karena bisa cuci mata di mall. Bahagia karena bisa mengajar di kelas. Bahagia karena bisa meneliti di lapangan serta bahagia-bahagia yang  lain terkait aktifitas sosial di tempat publik yang hari ini tidak bisa dilakukan.

Bagaimana jika aktifitas sosial di tempat publik itu terus terusan dilakukan? Apakah masih bahagia? Saya pikir belum tentu. Manusia tidak melulu bahagia dengan berada di luar rumah atau di dalam rumah. Kebahagiaan kita terletak pada keberhasilan kita mendapatkan sebanyak mungkin makna positif dari hidup yang dijalani. Defisit makna hidup merupakan sumber kesengsaraan.

Makna positif dalam hidup ternyata tidak tersaji begitu saja. Meskipun kita percaya bahwa sesungguhnya kehidupan di muka bumi ciptaan Allah ini dipenuhi makna positif, terkadang kita harus mencarinya. Bila kita gagal menemukannya bukan saja hidup akan terasa hampa, bisa juga makna negatif menyeruak merusak kebahagiaan hidup kita.

Mendapatkan makna yang kita butuhkan sering kali hanya dengan menggeser sudut pandang kita terhadap semua persoalan. Sebagaimana yang pernah dikisahkan oleh Victor Frankl seorang psikolog yang terkenal dengan metode Logoterapinya. Ia menuturkan bahwa pada suatu hari di tempat praktiknya, datanglah seorang lelaki tua yang terlihat sangat sedih. Ini terlihat dari raut muka dan bahasa tubuhnya. Ia bercerita bahwa sedang merasakan kesedihan yang luar biasa karena kematian istri yang dicintainya. Istri yang mendampinginya puluhan tahun dalam suka maupun duka. Ia merasa bahwa hidupnya tidak memiliki makna lagi. Kalau saja bisa, ia ingin mati menyusul istrinya.

Menyimak hal itu, Victor Frankl bertanya kepada lelaki tua tersebut, “Coba Anda bayangkan, apa yang terjadi jika istri Anda selalu bersama Anda, hingga Anda mati meninggalkannya? Memang Anda tak akan mengalami kesedihan luar biasa seperti yang Anda rasakan saat ini? Kira-kira apa yang terjadi dengan istri Anda jika Anda yang lebih dahulu meninggalkannya? Lelaki itu terhenyak sambil berkata, “Jika itu yang terjadi maka istri saya akan menanggung kesedihan yang luar biasa karena saya tinggalkan. Victor Frankl berkata, “Kematian istri Anda lebih dahulu dan kesepian yang Anda rasakan sekarang sebagai akibatnya, sesungguhnya bermakna bahwa Anda telah menyelamatkan istri Anda dari mengalami kesedihan yang luar biasa seperti yang Anda rasakan saat ini.

Mendengar dan merenungkan ucapan Victor Frankl tersebut, tiba-tiba sebuah kesadaran menelusup masuk ke dalam hati lelaki tua tersebut. Ia sadar kesedihan yang dia rasakan sekarang memiliki makna positif yang tak terkira besarnya. Yaitu menyelamatkan istrinya dari keseedihan yang luar biasa kalau saja ia lebih dahulu meninggal dunia. Lelaki itu pulang dengan bahagia bertolak belakang dengan kondisi awal saat ia datang.

Situasi apa yang membedakan ketika lelaki tua itu datang dan pergi? Sesungguhnya tak ada perubahan riil apapun yang dihadapinya. Namun, sebelumnya ia datang dengan kehampaan makna hidup, maka sekarang ia pergi dengan penuh makna hidup. Hasil yang luar biasa ini terjadi hanya karena Victor Frankl mampu mengajak lelaku tua tadi sedikit menggeser sudut pandang dari kematian istrinya.

Hari ini kondisi riil yang kita hadapi bersama adalah selalu berada di rumah kecuali untuk kebutuhan yang sangat mendesak. Ini memang harus dilakukan untuk memutus penyebaran virus Corona. Bahagia atau tidaknya kita tak kurang dan tak lebih dari persoalan keberadaan atau absenya makna dalam apa saja yang kita lakukan dan kita hadapi.

Betapapun kita percaya sesungguhnya Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan kita, namun tetap, terkadang kita harus mencari makna tersebut. Kebahagiaan kita sesungguhnya dipertaruhkan di sini. Hal ini sangat tergantung dengan pilihan kita akan makna. Bila ada kemauan tidak akan pernah ada jalan buntu. Seburuk apapun kondisi dunia karena virus Corona, orang yang memiliki sikap positif dalam memandang hidup pasti akan menemukan makna dan berpeluang untuk bahagia. Sementara yang cenderung negatif, sesungghnya sedang menjerumuskan dirinya ke dalam kesengsaraan yang dipilihnya sendiri. Pilihan ada di tangan anda!


Blue Diamond 5 April 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.