Penggorengan tampak gosong
setelah anak-anak menggoreng ayam lumur kesukaan mereka. Api yang terlalu besar
dan bumbu yang mengandung sedikit gula menjadikannya lengket mengerak hitam.
Tidak hanya permukaannya saja yang hitam, apalagi bagian bawahnya. Saking
sempitnya waktu untuk di dapur kemarin, membuat saya tidak mencuci dengan baik
penggorengan tersebut.
Sebenarnya niat untuk
membuat penggorengan tadi kinclong sudah ada beberapa bulan yang lalu. Saya
sudah membeli alat pembersih yang dijual di pasar pagi hari minggu. Kata
penjualnya ini efektif membersihkan. Saya juga sudah membawa batu apung pemberian
paman untuk membersihkan semua penggorengan dan panci di rumah. Namun belum
punya waktu yang pas dan tenaga yang pas.
Musibah berjamaah
korona yang melanda dunia ini membuat saya memiliki waktu yang pas dan tenaga
yang pas. Ahirnya niat itu saya wujudkan hari ini. Saya awali dengan
membayangkan bahagianya memiliki penggorengan dan panci-panci yang kinclong. Kemudian
saya gosok perlahan menggunakan alat pembersih, menggunakan abu gosok tak lupa
juga sabun pencuci piring.
Kerak hitam yang
menempel cukup bandel. Rasa hawatir tidak bisa bersih menyelinap hadir. Saya
tepis dengan rasa bahagia memiliki penggorengan kinclong. Karena saat ada rasa
hawatir menghampiri, maka kekuatan semesta yang mewujudkan keinginan kita akan
berkurang. Saya stel bahagianya dengan senyum sambil mencuci dan menyanyi.
Ahirnya taraa...penggorengan itu berpenampilan sesuai dengan yang diharapkan.
Setelah selesai mencuci
saya merenung. Penggorengan yang penuh jelaga tadi tak ubahnya seperti hati manusia
yang tiap hari bersalah dan melakukan dosa. Ahirnya mengerak hitam. Sulit
memang membersihkannya. Butuh alat husus, perlakuan husus dan waktu husus. Tapi
yakinlah selama niat membersihkan ada, kemudian kita langkahkan maka pada
ahirnya bisa bersih juga. Selama Allah masih memberi usia pada seorang manusia,
maka ia masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Memperbaiki diri
sebagai bentuk proses membersihkan jiwa kita yang tak luput dari kesalahan
merupakan perjuangan melawan hawa nafsu. Yahya ibn Muaz Al-Razi berkata, “Berjuang
melawan nafsumu dengan pedang pendisiplinan-diri. Ada empat cara pendisiplinan
diri, yaitu: menyedikitkan makan, menahan tidur, membatasi ucapan dan bersabar
terhadap perbuatan orang lain yang menyakitkan.
Menyedikitkan makan
dapat mengalahkan hawa nafsu. Menahan tidur dapat menjernihkan keinginan. Membatasi
ucapan dapat menyelamatkan dari mala petaka. Bersabar terhadap gangguan orang
lain akan membawa keberhasilan mencapai cita-cita. Sebab tidak ada yang paling
sulit bagi seorang manusia selain bersikap santun ketika dihina dan bersabar
terhadap hal yang menyakitkan.
Kondisi WFH (Work From Home) membuat beberapa dari
kita memperbanyak makan. Bila Rasulullah saw sedikit makan, maka kita
sedikit-sedikit makan. Bila Rasulullah saw sedikit tidur, maka kita sedikit
sedikit tidur. Bila Rasulullah sedikit bicara, maka kita sedikit sedikit
bicara. Bila Rasulullah bersabar dengan perbuatan orang lain yang menyakitkan,
maka kita masih sering terpancing untuk membalasnya dengan perbuatan serupa. Lu jual gue beli! Kalau kamu menghina
saya maka saya pun akan menghina kamu. Api dibalas dengan api. Sehinga membakar
semua kebaikan yang sudah kita lakukan.
Ampuni kami ya
Rabb...izinkan dalam kondisi musibah berjamaah ini menjadi waktu kami
memperbaiki diri. Menyadarkan kami bahwa Engkaulah pemilik segala kuasa. Semua
hal berubah bila Engkau berkehendak. Lindungi bangsa ini dari segala
marabahaya. Atas kuasa-Mu jadikan korona hanya berkunjung sebentar saja. Ya Rahman, ya Rahim, ya Mujiba Sailiin.
Blue Diamond 4 April 2020
Komentar
Posting Komentar