Atur Gas dan Rem dengan Baik!

Pernahkah anda naik mobil dengan supir yang tidak terampil?. Saat ia menginjak rem, ia injak dengan kasar dan tiba-tiba. Saat akan memacu kecepatan dia injak gas juga dengan keras dan tidak hati-hati. Mulutnya bawel memarahi penumpang dan kendaraan lain yang dia anggap mendahului. 

Saya yakin anda semua ingin segera turun dari mobil tersebut dan berganti kendaraan. Meski harus menunggu dan mencari yang lain. Rasa mual dan sebal masih hal baik dibandingkan ahir naas yang bisa jadi mengakibatkan kita tinggal nama. 

Kebalikannya bila supir yang mengemudikan kendaraan yang kita naiki ini baik dan terampil. Saat memang harus berhenti, dia mengerem dengan lembut. Bila harus memacu kecepatan, dia membawa kendaraan dengan mantap dan hati-hati. Ucapannya sopan sehingga kita merasa nyaman bahkan tertidur saking percayanya dengan supir seperti ini. Kita pun rela bekerjasama dengannya bahkan mengeluarkan uang kita untuk sampai di tujuan.


(Sumber Gambar: https://www.gambarmobil.pro/2012/10/84-gambar-kartun-orang-mengendarai.html) 

Ya, supir dalam kendaraan yang kita naiki untuk sampai pada tujuan di atas mungkin dekat dengan sosok pemimpin dalam organisasi atau institusi dimana kita berada. Sebagai mahluk sosial, manusia memang sejak dahulu memutuskan untuk tinggal bersama dan bekerja sama untuk memenuhi tujuan hidupnya. Mulai dari tujuan menjaga nyawa (keberlangsungan hidup), pemenuhan kebutuhan material, keamanan dan tujuan terahir yaitu kebahagiaan (eudaimonia) .

Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia yang memenuhi wataknya adalah kebahagiaan. Menurutnya kebahagiaan merupakan aktivitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang sempurna. Dengan melakukan kebajikan seseorang akan merasa nyaman/tentram dan puas dan saat itulah dia merasa bahagia. 

Untuk bisa hidup dengan baik (euzen) ia harus menjadi manusia yang beradab. Dari sini dia bisa mengembangkan potensi kemanusiaannya dan hal ini hanya bisa diwujudkan dalam sebuah institusi/organisasi yang saat Aristoteles hidup disebut Polis. 

Sebuah Polis bukanlah bukanlah entitas kumpulan orang yang dibuat untuk bertukar saling memberikan pelayanan atau saling menghindari munculnya tindakan jahat. Hal-hal ini menjadi syarat yang niscaya (munculnya polis) namun belum cukup untuk disebut polis. Polis adalah kumpulan dari keluarga-keluarga untuk hidup secara baik artinya supaya memiliki kehidupan yang sempurna dan mandiri. (Politics III 9 1280 b 29).

Maka sebuah institusi/organisasi yang paling baik ialah organisasi/institusi yang sesuai dengan fungsinya. Untuk itu harus dipimpin oleh orang baik yang berpengalaman dan memiliki keutamaan-keutamaan yang diperlukan. Seorang pemimpin harus menjadi orang yang baik. Kalau dia jadi orang baik pastinya dia akan bahagia. Kalau dia sudah bahagia maka dia punya peluang untuk membahagiakan orang lain. 

Terdapat empat tahap menurut Aristoteles membentuk  atau melahirkan orang menjadi baik. Pertama adalah imitasi yang disebut sebagai tahap paling mudah. Seseorang berusaha meniru orang lain yang dekat dengan dirinya. Misalnya saat kecil kita meniru ayah kita ke mesjid. Meniru ibu kita membereskan rumah. Meniru guru, tetangga, idola atau siapapun yang menarik hati kita untuk kita tiru.Pada tahap ini seseorang hanya ikut-ikutan tanpa tau maksud dan tujuan dari perbuatan yang diikuti.

Kemudian tahap internalisasi. Mulai dicerna oleh pikiran kita. Mulai dikunyah apakah ini cocok atau tidak. Mulai dipertimbangkan baik atau tidak, sudah seharusnya atau tidak. Manusia mulai mengolah pengetahuan yang ada dalam dirinya. Ketika akal dan pikiran jalan, pengetahuan dan pengalaman bertambah maka seseorang mengolah apa yang ada dalam pikirannya untuk melakukan hal yang sesuai. 

Tahap ketiga adalah aksi. Tindakan ini adalah tindakan kita sendiri. Perbuatan kita sendiri. Dimana saat melakukan sesuatu, seseorang melakukannya karena sadar bahwa yang dilakukan adalah baik. Melakukan perbuatan karena pertimbangan sendiri bukan karena meniru orang lain. Dahulu berangkat ke mesjid hanya ikut-ikutan ayah saja misalnya. Hari ini dilakukan sendiri karena tahu dan sadar bahwa itu adalah tindakan yang baik. Hasil karyaku sendiri. Hasil pikiranku sendiri.

Aksi yang diulang ulang inilah yang akan menjadi habit. Kalau sudah jadi habit maka dinamakan karakter. Habit ini adalah tahap terahir dimana kebaikan sudah menjadi darah daging seseorang. Orang baik itu habitnya kebaikan. Lahirnya orang baik itu bukan saat orang tersebut melakukan kebaikan. Tapi saat kebaikan itu menjadi habit atau karakter.

Bila kita memiliki teman atau sahabat yang menjadikan kebaikan sebagai karakter, tentu orang seperti ini akan mudah mempengaruhi orang lain. Menggerakan yang tadinya diam. Megeluarkan berbagai potensi yang selama ini terpendam. Menjadikan organisasi/institusi yang kita tempati bergerak menuju tujuan bersama yaitu kebahagiaan sejati. Seperti apa kebajikan utama itu? Besok akan kita obrolkan ya....insya Allah. Pokoknya Stay tuned ok

Blue Diamond 3 Januari 2021 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue

Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.