Metaverse Untuk Kuliah Lapangan.
Banjir informasi. Berbagai macam kabar berseliweran di gawai yang kita pegang. Semua media sosial yang kita ikuti menyediakan hal tersebut. Mulai dari hal yang remeh temeh sampai yang jelimet ada. Dari yang membuat kita tertarik karena kebetulan memang sudah penasaran, sampai hal tak terduga lainnya yang pada ahirnya menyita waktu untuk kita perhatikan.
Seperti halnya informasi tentang metaverse yang ada dalam WhatsApp group yang diikuti, prediksi yang akan terjadi di tahun 2022, mulai dari trend make up, trend fashion sampai keuangan dan dekorasi ruangan. Beberapa tema kajian diskusi dari komunitas maya yang diikuti juga membuat saya berselancar mencari tahu apa yang sedang diperbincangkan sambil rebahan di atas kasur. Malam ini pula evaluasi kuliah lapangan sebagai bahan Ujian Ahir Semester dengan mahasiswa saya lakukan secara online juga di atas kasur. Ah...betapa bahagia jadi kaum rebahan.
Saya merasakan pengalaman kuliah lapangan mahasiswa yang dilakukan melalui sharing yang disampaikan para ketua kelompok. 6 lembaga yang dijadikan tempat belajar para mahasiswa kali ini adalah lembaga dimana teman dan sahabat saya berjuang. Sehingga apa yang diceritakan bisa saya bayangkan dalam benak.
Imajinasi saya bermain saat mahasiswa menceritakan sosok Kiai Ubaid dari Pesantren Darut Taubah Bandung menjelaskan tentang strategi dakwahnya yang merangkul. Bagaimana Kiai Ubaid ini mengajak pak Asep seorang Mucikari menjadi orang yang bertaubat dan berdakwah. Sosok yang awalnya menentang pendirian pesantren dengan minuman keras di tangannya, kini menjadi seseorang yang mendukung gerak pesantren. Para mahasiswa belajar langsung dengan keduanya juga para ustadz pesantren Darut Taubah yang lain.
Kemudian saat kelompok lainnya menjelaskan tentang sebuah Lembaga Masyarakat yang konsen dengan advokasi perempuan di Kabupaten Bandung yaitu Sapa Institut juga membuat perasaan saya mengharu biru. Terbayang 15 tahun lalu saat saya menjadi salah seorang relawannya. Penjelasan kang Ciwong dan teh Nci tentang Sapa Institut dengan 7 Bale Istrinya membuat saya bahagia. Lembaga ini terus berkembang dan membawa kemaslahatan. Banyak perempuan korban kekerasan sudah didampingi lembaga ini. Bahkan berhasil pula mengadvokasi kebijakan sehingga peraturan Bupati tentang KIIBLA terkait penyelamatan kematian Ibu dan Anak di Kabupaten Bandung dininsiasi lembaga ini.
"Saya merasa menjadi mahasiwa dengan kuliah lapangan seperti ini" kata salah seorang mahasiswa. Ujaran ini keluar karena angkatan 2019 hanya merasakan kuliah di kelas 1 semester saja. Selebihnya kuliah online. Ini diungkapkan kelompok yang kuliah lapangan di AKATIGA Bandung. Mereka mendengarkan penjelasan terkait penelitian AKATIGA dari seorang penelitinya yaitu mbak Aprilia Ambarwati. Penjelasan yang cermat, detail dan menarik ini membuat para mahasiswa termotivasi untuk melakukan kerja-kerja penelitian.
Selain 3 lembaga di atas, 3 kelompok lainnya juga menjelaskan bagaimana kuliah lapangannya ke PKBI Jawa Barat, Peacegeneration dan Jakatarub. Kuliah lapangan ini berlangsung tanggal 24 Desember 2021 dan 28 Desember 2021. Sangat kaya apa yang sudah ditemukan dan dipelajari oleh para mahasiswa yang saya ajar pada semester ganjil ini.
Saya membayangkan bila betul metaverse ini bisa dipergunakan dalam pembelajaran. Meski tubuh kita ada di rumah dan mungkin di atas kasur, namun kita bisa bertemu,belajar dan bekerja dengan orang lain. Cukup dengan jaringan internet yang kencang, headset realitas virtual, kacamata augmented reality, aplikasi smart phone dan perangkat lainnya yang dibutuhkan.
(Sumber gambar : https://jujungnet.id/blog/apa-itu-metaverse-mari-mengenalnya-lebih-dalam)
Dengan melalui Googlemeet saja saya bisa merasakan kuliah lapangan yang disampaikan para mahasiswa. Apalagi bila memakai metaverse. Sebagai dosen pembimbing saya bisa hadir di sana ikut kuliah dan belajar bersama para mahasiswa saya secara maya namun terasa real. Demikian pula dengan kerja kerja sosial yang membutuhkan networking dan kordinasi yang baik, saya kira teknologi ke depan akan sangat memudahkan kita untuk melakukan hal itu tanpa kendala jarak yang memisakan.
Saya kira, orang yang menemukan berbagai teknologi sebagai sarana untuk mempermudah manusia melakukan kerja-kerja sosial yang penuh kemanfaatan. Membuka cakrawala pemahaman seseorang dengan lautan ilmu cukup dengan mengklik kelas-kelas online. Membangkitkan kesadaran bahwa selalu ada ketidak adilan diberbagai belahan dunia dengan informasi dan hasil penelitian. Mereka akan mendapatkan pahala jariyah karena temuannya sangat berguna bagi kemanusiaan.
Teknologi itu adalah sarana. Kitalah yang mengendalikan. Bukan sebaliknya.
Blue Diamond 2 Januari 2022
Komentar
Posting Komentar