Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2009

Resah Yang Mengusik Kesadaran

“Anak-anak dengan siapa kalau ibu pergi ke luar kota beberapa hari?. Pertanyaan ini mengusik perasaan saya ketika hendak berangkat. Perasaan yang awalnya ringan tiba-tiba menjadi berat. Saya termenung memikirkan pertanyaan ini. Mencoba untuk mengurai, kenapa saya merasa resah? Sebenarnya perasaan ini bukan kali ini saja saya rasakan. Beberapa kali kondisi ini menghampiri, namun saya selalu menyimpannya dan tidak memikirkannya. Bagi saya selama kegiatan yang saya lakukan positif kenapa tidak saya mengikutinya. Sebagai seorang ibu yang mengajar kadang kala ada beberapa tugas yang menuntut saya pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Tidak sering memang, mungkin hanya beberapa kali dalam setahun. Setiap kali saya hendak meninggalkan keluarga saya akan mempersiapkan segala halnya, mulai dari urusan dapur, anak, suami dan hal-hal lain yang akan saya tinggalkan. Sebenarnya setiap kali akan pergi mengajar pun saya melakukan hal yang sama. Saya jadi berfikir kenapa hal tersebut saya lakuka

Ada Uang Abang Sayang, Gak Ada Uang Abang Saya Tendang

“Ada uang abang sayang, gak ada uang abang saya tendang”, perkataan ini sering saya dengar baik di sinetron maupun kehidupan keseharian. Perkataan yang menjadi stereotype seorang perempuan yang orientasi hidupnya hanya untuk uang. Sterotype ini begitu melekat pada perempuan. Seolah untuk tujuan inilah perempuan hadir dimuka bumi. Tak segan-segan perempuan menggadaikan hak dan harga dirinya hanya untuk mendapatkan uang. Kenapa pemahaman seperti ini yang muncul? Benarkah stereotype tersebut hanya bisa dialamatkan pada perempuan? Sebelum mengungkap kenapa pelebelan negative ini ditujukan pada perempuan, saya teringat pada kondisi perempuan dalam sejarah yang selalu menjadi property dan didominasi oleh laki-laki. Seperti dijelaskan oleh Ashgar Ali Engineer (1994:55): Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam semua masyarakat di sepanjang zaman, kecuali dalam masyarakat-masyarakat matriakhal, yang jumlahnya tidak seberapa. Perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki. Dar

Perubahan Sebuah Kemestian

“100 orang aktivis adalah pemberontakan, satu orang terdidik merupakan awal dari perubahan”. Kata-kata Chiko Mendes ini terus terngiang-ngiang di kepala saya. Mengedor-gedor kesadaran untuk tidak selalu mementingkan kepentingan diri. Menjalari semangat untuk bertindak melakukan perubahan. Chiko Mendes anak seorang penyadap getah karet di Brazil telah menorehkan tinta emas dalam sejarah dunia. Dia berhasil mengorganisir masyarakat untuk sebuah perubahan. Bukan kedudukan dan materi yang ia dapatkan dalam hidupnya, melainkan kembalinya hak rakyat yang telah dibayar dengan nafas terakhirnya. Akankah perjuangannya bisa menjadi inspirasi dalam hidup ini?. Hmm…butuh perjuangan mewujudkannya. Seorang pengorganisir masyarakat itulah julukan orang bagi seseorang yang memutuskan untuk terjun langsung mewujudkan perubahan social yang transformative dengan berangkat dari apa yang dimiliki masyarakat. Pengorganisir masyarakat bukanlah “Kerja Cari Makan”, bukan semacam hobi yang bisa berubah