Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

Menjadi Ibu Haruskah Bau?

Ruangan rapat sudah terisi hampir penuh. Saya terlambat 20 menit dari undangan yang diberikan. Segera saya mencari tempat duduk yang kosong di jajaran dosen perempuan. Dosen perempuan di fakultas ini hanya berjumlah 18 orang dari 98 orang. Terlihat mereka duduk berkumpul di sebelah kiri ruangan. Ternyata tempat duduk yang masih kosong terletak paling depan. Sebelum duduk saya bersalaman cipika cipiki seperti biasa dengan dosen perempuan yang duduk berdekatan. Dari beberapa yang saya salami ada hal menarik yang saya rasakan. Saat saya bersalaman tadi ada satu orang yang saya pikir sangat drastis perubahannya. Sebenarnya saya agak sungkan membahas dan menuliskan hal ini, tapi terus terang masalah ini agak sulit saya abaikan. Teman saya baru saja melahirkan dan menyusui. Wajar saja kalau bentuk badannya belum kembali pada kondisi semula. Tapi bukan bentuk badan yang mengganggu pikiran saya, melainkan aroma dan penampilannya saat ini. Dulu saat dia masih gadis, saya sering ikut shalat

Mau Perkasa? Senamlah!

Gambar
Pagi cerah yang berangin duapuluh lima ibu-ibu berkumpul di lapangan. Lapangan ini terletak tepat di depan musholah RT 10 RW 20 komplek Permata Biru Bandung. Di sebelah utara dan timur lapangan ini terdapat sawah yang membentang. Sehingga tidak heran sekeliling lapangan ini dipasangi jala agar bola volly tidak masuk ke sawah. Lapangan dan musholah ini merupakan hasil swadaya masyarakat. Dengan bergotong royong selama kurang lebih setahun setengah kedua fasilitas umum ini selesai dibangun.  Pukul 07.30 tepat ibu-ibu sudah berkumpul dengan memakai pakaian olahraga. Namun ada pemandangan yang ganjil dari stelan olah raga mereka ini. Mereka tidak menggunakan kaus kaki dan sepatu, namun mengunakan sandal seperti biasa. Selain itu semua ibu membawa sejadah sebagai alat olahraganya. Apa kira-kira yang mereka lakukan ya? Pagi ini merupakan pertemua ke dua yang kami lakukan dalam kegiatan senam perkasa Indonesia. Senam ini kami lakukan seminggu dua kali setiap hari senin dan rabu setiap

Botram

Gambar
Kangkung, labu siam, toge dan kacang panjang direbus satu persatu.  Goreng kacang tanah sudah tercium harumnya dan segera diangkat oleh Mama Audya. "Mimi yang ngulek ya saya mau ngangkat rebusan sayurannya dulu. "Oke", jawabku. Segera cengek merah, goreng kacang tanah, gula merah, sedikit terasi aku haluskan. Tak lupa sedikit garam kutambahkan agar rasanya semakin kuat. Siang ini entah untuk yang keberapa kali saya dan ibu-ibu tetangga sekitar rumah melakukan botram atau makan siang bersama. Kami melakukannya biasanya pada hari libur seperti hari minggu siang ini. Tak suka direncanakan memang, kami melakukannya semau kami. Bila salah satu ibu punya inisiatif dan kebetulan didukung paling tidak 3 ibu yang lain maka botram pun bisa dilakukan. Makanan yang kami hidangkan sangat sederhana, seperti karedok, liwet, sambal terasi, goreng peda, tempe, tahu dan beberapa lalapan. Meski sederhana dijamin satu piring tidak akan cukup. Biasanya kami semua nambah sampai beberap

Ibu sayang

"Assalamualaikum, damang bu?" sapaku di telefon pada ibu. Ibu penuh kasih yang sudah mengorbankan dirinya untuk melahirkanku kedunia ini. "Alhamdulilah sae, hannah kumaha? jawabnya sambil berbisik.  "Alhamdulilah sehat" jawabku. "Ibu sedang berada dimana? tanyaku karena heran kenapa ia menjawab dengan berbisik. "Ibu sedang berada di rumah pak T anaknya teh Euis meninggal dunia, baru saja jenazahnya tiba dari Serang". "Innalilahi, bukannya teh Euis masih muda dan karirnya cemerlang? aku bertanya dengan terkejut. Ibu menjawab "iya...cuma beda 3 tahun lebih tua dengan kamu, ia sangat kelelahan karena menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi dan aktifitas yang padat. Ibu minta kamu segera chek-up kesehatan dan jangan terlalu capek, karena kamu sangat mirip Euis kalau sudah bekerja ujarnya. Ia menambahkan "Istirahat yang cukup, jangan terlalu banyak begadang, kurangi minum kopi dan hiduplah dengan pola hidup yang sehat". Pembic

Lagi...lagi dan lagi

Sesuatu yang sederhana. Murah juga mudah. Untuk mendapatkannya bisa dilakukan kapan saja. Namun entah mengapa waktu yang dihabiskan untuk meraihnya lumayan lama. Bahkan menghabiskan seharga biaya sesuatu tersebut. Kejadian ini kerap saya alami. Kenapa? Lagi..lagi dan lagi...setelah teratasi baru tersadar kenapa tidak dari dahulu saya melakukan A? kenapa tidak dari dahulu saya membeli B? kenapa tidak dari dahulu saya menghubungi C?  Mungkin pada saat masalah tersebut datang hal tersebut memang sulit untuk saya karena minimnya pengetahuan yang saya miliki. Saya bilang saat ini mudah  karena sudah tahu. Ya jadi teringat saat pertama kali belajar matematika terutama perkalian di kelas 3 SD. Saat itu betapa sulit saya mencari tahu hasil perkalian. Saya hapalkan mereka dengan susah payah. Dengan suara yang keras. Saya lakukan sambil main, sambil bantu ibu dan sambil melakukan aktifitas yang lain. Terasa sulit dan saya saat itu berfikir bisakah saya menghapal sebanyak itu? Ternyata dengan

Stop Lingkaran Kecemasan!!!

Belakangan ini saya lebih banyak bicara dari pada mendengarkan, apalagi menulis. Rasanya sangat tidak nyaman. Karena tuntutan program mau tidak mau saya jadi pembicara pada beberapa event terkait dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Beberapa program berturut-turut dilaksanakan. Menyita energi dan konsentrasi dan pada ahirnya memunculkan ketegangan. Lingkaran kecemasan berputar dengan cepat membuat kesadaran diri semakin berkurang. Kecemasan yang diderita pimpinan lembaga kami ditularkan kepada pengurus inti lalu menularkan pula pada kami di kantor. Berputar menciptakan ketegangan yang membuat siapapun tidak kerasan. Biasanya dalam menghadapi berbagai persoalan, mendengarkan adalah pilihan. Tersenyum meski pihak yang berbicara terlihat kolokan, memaksa bahkan lempar tanggung jawab. Saat itu dalam benak yang terlihat hanya sosok-Nya. Saya melakukan berbagai aktifitas hanya untuk mengagungkan nama-Nya. Tak perlulah diketahui atau diapresiasi apa yang saya lakukan karen